REVI-EW-SITED : PHOBIA 2

PHOBIA 2

Sutradara : Paween Purijitpanya, Visute Poolvoralaks, Songyos Sugmakanan, Parkpoom Wongpoom, Banjong Pisanthanakun

Produksi : GMM Tai Hub, 2009

So last night was a horror movienite. This is like, once or twice a month tentatively horror club where me and some friends hangout together watching something creepy at a hometheatre or outdoor ‘layar tancap’, which the idea started with Ju-On a few years back. Salah satu tujuannya mungkin karena masing-masing suka film horror tapi segan nonton sendirian. Fokusnya sendiri biasanya lebih ke horror Asia karena feelnya jauh lebih mengerikan daripada Hollywood, dan ini yang paling penting. Inovatif dan twisting sampai menciptakan trend remake di Hollywood sana. So dengan banyaknya dvd-dvd horror Asia yang tak juga membuat jaringan bioskop disini jadi generous enough untuk memutarnya (21 it is, no Blitz this far in Medan), kami jadi harus pintar-pintar memilih, dan tak jarang, satu-dua film lama jadi tertinggal, terkadang yang bagus pula. Phobia 2 ini adalah salah satunya, yang hampir tergolong expired karena merupakan produksi awal tahun lalu. Toh ada teori yang bilang, ‘Every unwatched movie is a new movie’, so here it goes. Oh ya, dan ternyata nonton horror ramai-ramai itu membuat pesan-pesan moralnya lebih gampang diserap karena fear factornya bisa sedikit dikurangi. Kesuksesan horror Thailand yang belakangan mulai mengejar Korea serta Jepang dalam inovasinya, dengan salahsatu pionirnya, Shutter (sebelumnya, horror Thailand itu tak jauh beda dengan film kita, dimana kebanyakan hantunya adalah korban selingkuhan dan perkosaan, gentayangan, dan perlu bantuan dukun lokal buat mengusirnya), sudah melahirkan 4Bia yang langsung menjadi begitu fenomenal di tahun 2008 lalu (termasuk, mungkin, mengilhami ‘Takut’ dan salah satu film Malaysia yang saya lupa judulnya). Padahal 4Bia juga kabarnya mengekor ‘Three’ yang joint venture Hongkong-Jepang dan Bangkok Haunted yang sudah ada sebelumnya. Dengan kesuksesan itu, 3 dari sutradara 4Bia kemudian melanjutkannya ke sekuel yang tak lagi berisi 4 melainkan 5 film pendek. Angka 4 pun dilepas dari judul unik itu menjadi Phobia 2 berlatar belakang angka 5 untuk menunjukkan jumlah short horror yang dihadirkan disini, serta ada satu tema untuk menjadi benang merah di ke-5 bagian itu. A thing which stands over Thailand culturism, religions and their way of life, called Karma.. Hasilnya? Oh, ini adalah the highest grossing movie in Thailand movie history. These are the stories, dengan my own selftitled yang menunjukkan pesan moral tadi :

1. Jangan Melempar Batu Kalau Tak Ingin Dilempar Batu (Paween Purijitpanya)

Dalam bagian pertama berjudul asli ‘Novice’ ini sutradara Paween Purijitpanya yang juga ambil bagian di 4Bia mengetengahkan sebuah pola kejahatan remaja di Thailand bernama Pa-Hin. (Ah, kita tak punya istilah untuk itu, yang artinya kira-kira adalah modus perampokan dengan melempar batu ke mobil yang tengah berjalan. Sadis.), serta hantu terhukum (punished ghost) yang berukuran tinggi besar seperti pohon (di kebudayaan Sumatera Utara, bentuknya seperti salah satu spesies hantu yang disebut Begu Ganjang). Salah satu pelaku kejahatan itu, Pey yang berumur 14 tahun, mendapat hukuman dari sang ibu untuk mengikuti pendidikan menjadi bhiksu demi menebus dosa-dosanya. Pasalnya, korbannya ternyata adalah bagian penting dalam hidup Pey.

Yang namanya bagian pertama dalam film-film sejenis, ada dua kemungkinan terhadap penilaiannya. Pertama, bisajadi sebuah appetizer yang memikat untuk melanjutkan ke bagian berikutnya, namun bisa juga sebuah slot yang paling lemah untuk mengawali pijakan gas yang kian menanjak. Novice ternyata tak begitu berhasil masuk ke kategori pertama, namun tampil sebatas slot paling lemah dari kelima cerita pendek ini. Satunya mungkin karena kebudayaan Thailand yang terasa tak begitu akrab bagi penonton luar namun kelewat kental digelar disini, kemudian plotnya juga tak begitu special meskipun informatif, plus kapasitas seramnya masih tergolong biasa-biasa saja.

2. Jangan Suka Usil (Visute Poolvoraks)

Bagian kedua ini aslinya berjudul Ward, tentang seorang remaja yang harus menginap di rumahsakit karena kecelakaan yang mematahkan kedua kakinya lengkap dengan kontaminasi pecahan kaca. Karena semua ruangan penuh, Arthit, remaja itu, terpaksa diletakkan di sebuah bangsal di samping seorang kakek tua yang menunggu keputusan euthanasia karena selama ini menyambung nafas melalui sebuah mesin. Keisengan Arthit untuk mengintip ritual-ritual dari keluarga si kakek berujung pada peristiwa-peristiwa menyeramkan sambil menyadari bahwa si kakek ternyata bukan orang sembarangan.

Ward sebenarnya adalah bagian yang dieksekusi dengan cukup baik dalam Phobia 2. Latar belakang set yang klise, rumahsakit, lengkap dengan koridor kosong, scary hospital bed hingga tarikan gorden bangsal bisa diefektifkan oleh Visute dalam membangun usahanya menakut-nakuti penontonnya. Sayang ending slot ke-2 ini terasa agak menurunkan feel horror-nya sendiri, dan terlihat lebih berbicara tentang kepercayaan blackmagic disana.

3. Menelan Ganja Bisa Merubah Anda Menjadi Zombie (Songyos Sugmakanan)

Dalam slot ketiga berjudul Backpackers ini, dua turis backpackers asal Jepang dalam liburannya di Thailand mencoba menumpang sebuah truk di tengah jalan. Later on, mereka menyadari bahwa bagian belakang truk ini penuh berisi mayat yang disusupi bungkusan ganja yang mereka telan sebelumnya. Chaos terjadi ketika satu-persatu mayat itu bangkit menjadi zombie dan menyerang empat penghuni mobil.

So this is Thailand’s effort on making zombie-genre, dan hasilnya, beautifully done. Ketegangan yang berkembang sama serunya seperti menyaksikan gelaran film-film George A. Romero, makeup zombie yang cukup menyeramkan, gerakan patah-patah yang sangat familiar di film-film zombie luar itu, serta twist klise namun efektif di eksekusi endingnya, membuat bagian ini semakin memikat.

4. Hati-Hati Membeli (DAN MENJUAL) Mobil Bekas (Parkpoom Wongpoom)

Titled Salvage, bagian keempat Phobia 2 menceritakan Nuch, wanita karir dealer mobil yang membuka usaha rebuilding mobil-mobil bekas korban kecelakaan. Diawali dari seorang customer yang marah-marah karena mengetahui mobilnya adalah mobil bekas kecelakaan, berbagai peristiwa menyeramkan mulai menggeranyangi Nuch dan anak kecilnya di showroom itu. Dari sisi inovasi, sinematografi dan penggarapan tiap adegannya, inilah bagian paling juara dari Phobia 2. Segala sisi eksekusinya muncul dengan sempurna, menegangkan, gory sekaligus menyeramkan tanpa perlu terlalu sering menunjukkan closeup hantu. Pemeran Nuch juga tampil sangat meyakinkan dengan teriakan dan ekspresi gusarnya.

5. Kalau Batuk Jangan Syuting (Banjong Pisanthanakun)

Bagian terakhir yang berjudul In The End ini menggelar atmosfer horrornya di sebuah set syuting film hantu dimana seorang pemeran hantunya, Kate, yang sedang dilanda batuk berat dilarikan ke rumahsakit selagi syuting menggantung. Dari seorang dokter, Kate dikabarkan meninggal namun arwahnya kembali ke set untuk menyelesaikan adegan terakhirnya. 3 kru yang ditinggal lari oleh kru lainnya di set pun terpaksa memberanikan diri menyelesaikan syuting.

This is simply another case, sekaligus jadi seperti popcorn paling bersinar diantara yang lain. Oke, secara horror mungkin ini tak se-sempurna Salvage, namun ide untuk membelokkan feel keseluruhan yang sudah dibangun dengan intensitas kengerian memuncak dengan komedi bak sebuah dessert untuk mengakhiri semuanya, benar-benar terasa spesial. Meski dipenuhi ekspresi-ekspresi konyol (salah satunya dari aktor pemeran Puak yang terlihat seperti Desta Club 80s versi Thailand), percampuran slapstick dan situational comedy yang membalut adegan horror menuju twist gila di bagian akhirnya bisa terjaga dengan rapi sekaligus mengocok perut.

In the end, aktifitas seperti ini selalu menyisakan satu pertanyaan (atau harapan?), kapan film Indonesia bisa jadi seperti ini, terutama dalam genre horror yang masih stuck di penggarapan asal jadi, terlebih ke slot terakhir yang biasanya jadi pakem kebanyakan horror Indonesia yang diwarnai dengan unsur komedi. Bagaimana Thailand bisa lepas dari embel-embel tipikalnya ke sebuah inovatif yang membawanya ke ajang internasional dan remake copyright itu? Ah, kita agaknya harus lebih banyak belajar. Yang jelas, kelima sutradara pembesut masing-masing bagian dalam Phobia 2 ini sudah bekerja sangat efektif termasuk menyatukan ide cemerlang mereka lewat beberapa clue dan device yang menjadi benang merah satu cerita dengan yang lain dalam penyampaian satu tema besar tentang karma, dan dengan sempalan komedi di part akhir yang seakan menjadi ultimate twist buat keseluruhannya, this IS something TERRIFYINGLY FUN!! (dan)

~ by danieldokter on November 25, 2010.

9 Responses to “REVI-EW-SITED : PHOBIA 2”

  1. […] This post was mentioned on Twitter by Satrio Nindyo Istiko, Rangga Adithia and Fiko Agretiko, Daniel Irawan. Daniel Irawan said: REVI-EW-SITED : PHOBIA 2: http://wp.me/pVV2A-4V […]

  2. Dokter Daniel, menurut saya Phobia yang pertama jauh lebih bagus dari yang ke dua ini.

    Btw, buat review tentang “Noroi the Curse” dong.. menurut kritikus film J-Horror ini adalah film Horror terbaik sepanjang masa. Mau dengar review dari Dokter nih. Walau belum bisa dapet movienya. 😦

  3. what a coincidence. kemaren baru ada temen yg desperate nyari film itu, saya ada dvd-nya tapi belon ketonton sampe sekarang. gonna watch it soon!

  4. Waalaah… Dok, saya desperatenya bukan double lage, tapi dah triple. Please, boleh di copy kan ? Saya bawain disc kosongnya ya kerumah. Thanks doc. :p

  5. boleh di. ntar segera dicek di katalog.

  6. waduh, om Daniel kok suka sama yang The Backpacker .. saya malah kurang suka sama yang film ketiga ini. yang paling bagus itu yang keempat plus yang kelima…

    dan phobia 2 ini horrornya kurang serem sama yang pertama… 😀

  7. :). saya seneng aja ngeliat attempt-nya Thailand yg biasanya lebih banyak main di genre hantu pucat berambut panjang ala Asia. felt a li’l bit new, dan intensitasnya sedikit ngobatin kebosanan ama part 1 dan 2 nya. yang pertama keseluruhannya emang lebih baik dalam unsur nyeremin, tapi mereka gak punya breakthrough combi-genre seperti yg ke-5 disini, dan kelebihannya lagi, ada pattern jelas yang membungkus 5 short horror di phobia 2. ttg karma.

    • ehm iya sih, sama kayak The Rescue di antologi Takut yang mencoba membawa genre zombie ke dunia horror Indonesia…

      btw saya ijin link blognya yah om…

  8. be my guest. drop yours here, too, so I can link it!

Leave a reply to adi hartono Cancel reply