COLOMBIANA : TOUT SIMPLEMENT MAGNIFIQUE!

COLOMBIANA

Sutradara : Olivier Megaton

Produksi : Europa Corp, Canal+, & Stage 6 Films

No, Luc Besson, meskipun tampilan banyak film di awal-awal karirnya dan sedikit masih tersisa sampai sekarang, terkesan beda dari mainstream blockbusters Hollywood, bukanlah seorang sutradara arthouse. Awal karirnya sebagai pionir dalam gerakan new wave sinema Perancis medio 80an yang dikenal sebagai ‘cinema du look’, yang lebih meng-Amerika dan banyak mengadopsi gaya videoklip dalam visualisasinya, justru banyak dicerca kritikus negaranya. However, Besson sudah menghadirkan budaya pop baru yang membuka jalan bagi sinema Perancis yang cenderung absurd itu untuk lebih mendunia. Style Eropa-nya sebenarnya tak sepenuhnya ditinggalkan, namun kombinasi yang diracik Besson dengan budaya Hollywood menghasilkan sesuatu yang beda. Salah satunya adalah narasi film noir dalam karya monumentalnya, ‘La Femme Nikita’ (1990). Selain jadi salah satu awal baru, walau sebelumnya bukan tak ada, Nikita jadi salah satu dedengkotnya tema-tema lady assassins. Remake Hollywood-nya pun terus masih berlanjut dengan serial teve yang dibintangi Maggie Q tahun lalu. Lonjakan karir seorang Jean Reno juga salah satu yang lahir dari sana. Lantas, Besson mulai merambah Hollywood. Kesuksesannya dalam ‘The Fifth Element’ mendorong Besson untuk mendirikan Europa Corp, sebuah media untuk melebarkan ekspansinya membesut film-film Eropa bercitarasa Hollywood, tapi tetap tak melupakan akarnya dari negara asal Besson, Perancis. Name it. ‘Kiss Of The Dragon’, ‘The Transporter’, ‘Taken’, sampai ‘From Paris With Love’, adalah beberapa diantaranya. Dan kekuatan lain di sebagian besar karya Besson adalah penulis Robert Mark Kamen, kreator ‘The Karate Kid’ yang sudah berkolaborasi dengan Besson sejak di ‘The Professional’ dan ‘The Fifth Element’. Persepsi banyak orang terhadap Besson memang bisa terpecah dua. Di saat sebagian menganggap karya-karyanya di bawah bendera Europa Corp, baik yang semi Hollywood maupun yang asli Perancis tak lebih dari jualan komersil yang hampir melulu menjual aksi, sebagian masih mendewakannya dengan racikan inovatif yang selalu muncul dalam filmnya. So now, it’s time for ‘Colombiana’, lagi sebuah lady assassin dengan judul sangat catchy itu.

Cataleya kecil (Amandla Stenberg) sudah dipersiapkan ayah ibunya atas keterlibatan mereka dengan Don Luis (Beto Benites), seorang druglord di Kolombia. Ketika waktunya tiba, Cataleya yang sudah dibekali data yang diinginkan CIA sebagai paspornya di-eksodus-kan ke AS pun melarikan diri setelah menyaksikan Marco (Jordi Molla), tangan kanan Don Luis, membunuh orangtuanya. Sampai di AS sebagai saksi mata yang dilindungi, Cataleya kembali raib menuju kediaman nenek serta pamannya, Emilio (Cliff Curtis). Sia-sia Emilio mencoba mengirimkan Cataleya ke sekolah public untuk menjauhi traumanya. Cataleya pun beranjak dewasa (Zoe Saldana) menjadi seorang pembunuh bayaran atas order yang diterima Emilio. Namun dendamnya tak bisa membuat Cataleya bekerja sesuai dengan profesionalisme dan keahliannya yang luarbiasa. Sambil menjalani kehidupan dobelnya menjadi kekasih misterius seorang pelukis, Danny Delanay (Michael Vartan), korban-korbannya ditandainya dengan lukisan anggrek serupa namanya untuk memancing Marco dan Don Luis. Emilio yang mencoba mengingatkan pun tak bisa berbuat apa-apa ketika agen-agen FBI dibawah pimpinan Ross (Lennie James) mulai melacak jejaknya, sementara pancingannya juga mulai membawa Marco kembali untuk melenyapkan sang pembunuh misterius itu. Bagi Cataleya cuma ada satu tujuan, walau harus menyerang atau diserang dua pihak ini. Menuntaskan dendam atas kematian kedua orangtuanya.

Lady assassin atau undercover heroine yang licin tak kepalang namun masih punya hati, itu sudah kita saksikan berkali-kali sejak ‘La Femme Nikita’ sampai yang masih melekat di gelaran summer blockbuster tahun lalu, ‘Salt’nya Angelina Jolie. Sekilas, meski penelusuran plotnya tak sama, Colombiana memang kelihatan tak jauh berbeda. Ada intrik, twist-twist ringan, pameran device, love interest, agen baik dan jahat, sampai cat and mouse chase serta adegan-adegan aksi untuk menggambarkan keahlian taktis sang jagoan. Dalam konteks jualan, seperti lagu yang catchy dan bisa cepat lengket di benak banyak orang, resepnya pun rata-rata sama. Colombiana juga tak perlu berjalan jauh bait demi bait untuk menggelar reff-nya. The boom-bang action sudah muncul dalam beberapa menit film berjalan dengan peningkatan intensitas terjaga rapi sampai ke klimaks, dalam genre ‘girls with guns’ ini, one-woman-show. Namun pilihan Besson yang lagi-lagi menulis ceritanya bersama Mark Kamen pada sosok karakter utamanya yang afroamerika inilah yang jadi inovasi mereka untuk menghadirkan sesuatu yang beda.

Ada sedikit tribute ke trend blaxploitation yang dulu sempat marak di era ‘70an, namun tak harus tergelincir jauh dari style Besson biasanya. Ini jadi tugas Olivier Megaton, sutradara yang dua karyanya sebelum ini, ‘Red Siren’ dan ‘The Transporter 3’ sudah menyiratkan erotisme yang padu dengan gelaran action-nya. Tanpa perlu set-set vintage atau bersadis ria, Besson bersama Megaton melakukannya cukup dengan mengeksploitasi black beauty-nya Zoe Saldana sama dengan intensitas adegan-adegan aksinya yang membuat penontonnya sama-sama menahan nafas. Body language-nya di tiap adegan muncul dengan pas, begitu juga koreografi aksi-aksian yang diterjemahkan dengan cantik olehnya. Oh yeah. Saldana adalah pilihan tepat dengan postur tinggi semampainya dibandingkan dua aktris afroamerika sekelasnya, Rosario Dawson yang bakal susah jumpalitan dengan onderdil depannya atau Thandie Newton yang kelewat mini dan bertampang melankolis. Dan lagi, karakter-karakter sampingannya, semua ikut menyumbangkan scenestealing potensial yang nyaris sama dengan La Femme Nikita dulu. Lennie James bermain menarik sekali sebagai agen Ross, Jordi Molla sebagai Marco yang beringas, sementara Cliff Curtis juga cukup intens sebagai Emilio yang keras namun protektif terhadap Cataleya. Dan pemeran Cataleya kecil, Amandla Stenberg juga patut diberikan kredit dengan ekspresinya yang sempurna mengantarkan bait-bait awal Colombiana, walau dengan durasi sebatas hitungan menit itu. Ok, don’t get me wrong. I wouldn’t put you in any suggestions bahwa ini sama bagusnya dengan ‘La Femme Nikita’ yang fenomenal itu, namun seperti karya-karya Besson lainnya, let’s say ‘Taken’ atau ‘From Paris With Love’, ini adalah sajian seru sekaligus lezat untuk disantap sebagai hiburan dengan bombastisme cukup eksplosif namun tetap pakai otak. In French, I shall say, ‘Tout Simplement Magnifique!’. Just beautiful. (dan)

~ by danieldokter on September 20, 2011.

One Response to “COLOMBIANA : TOUT SIMPLEMENT MAGNIFIQUE!”

  1. […] Colombiana […]

Leave a comment