GERIMIS MENGUNDANG : MELODRAMA DUA NEGARA

GERIMIS MENGUNDANG

Sutradara : Ahmad Idham

Produksi : Erama Creative Sdn.Bhd., Excellent Pictures & Wanna B Pictures, 2012

Sebagai negara tetangga, walau kerap diwarnai konflik sejak dulu, semua harus mengakui kalau film kita memang lebih dikenal luas di Malaysia ketimbang film mereka disini. Selain musik, pasar mereka bahkan cukup besar untuk distribusi film bahkan sinetron kita biarpun tak berarti rata-rata film kita lebih baik dari film-film Malaysia, apalagi kalau bicara masalah teknologi dan keragaman genre dimana kita masih tertinggal. Banyak film kita yang begitu laku disana sampai memunculkan antrian panjang, contohnya ‘Ada Apa Dengan Cinta?’, ‘Heart’, ‘Ayat-Ayat Cinta’,bahkan katalog film jadul kita rata-rata masih lebih lengkap didapat disana. Sementara, film mereka masih sebatas jadi menu festival disini.  Satu yang jelas, kemenangan kita mungkin terletak di tampilan artis yang lebih menjual. Karena itu pula, di luar adanya peranan produksi joint venture, film mereka lebih sering mengimpor artis kita dibanding era ‘80an dulu dimana artis dan musisi mereka sempat populer di Indonesia.

Di atas tahun 2000, tercatat, ada Christine Hakim-Dian Sastro-Slamet Rahardjo dalam ‘Puteri Gunung Ledang’ (2004), Teuku Zacky dalam ‘Kayangan’ (2007), Tamara Blezynski dalam ‘Cicakman 2’ (2008), Samuel Rizal dalam ‘Sayang (You Can Dance)’ (2009), serta dua yang ikut beredar disini, ‘Cintaku Forever’ (2007) yang memasangkan sutradara-aktor-produser Yusri KRU dengan Revalina S. Temat, dan ‘Diva’ (2007), film musikal yang dibintangi AFI Malaysia bersama duet Ning Baizura-Jeremy Thomas. Ada yang bagus, ada yang tidak. Namun dalam wilayah melodrama, mereka memang tak jauh beda dari kita dalam inspirasi yang lekat ke style melodrama Asia. Menjual kisah cinta tragis yang (maunya) mengharu-biru perasaan penontonnya.

Satu yang spesial dari ‘Gerimis Mengundang’ yang diinspirasi dari lagu slow rock Melayu band SLAM di tahun 1996 sekaligus merupakan adaptasi teater musikal mereka yang sukses di awal 2012 yang menampilkan heartthrob terkenal mereka, Kamal Adli dengan Mikha Tambayong, adalah usaha penyatuan budaya yang lebih kental dalam kerjasamanya. Selain membawa kolaborasi di industri perfilman, garapan OST versi filmnya juga diserahkan pada Yovie Widianto dengan dua singel aransemen barunya, ‘Gerimis Mengundang’ yang dinyanyikan Budi Doremi (Indonesia) dan Brenda Anura (Malaysia) serta hits Yovie sendiri, ‘Manusia Biasa’ yang tampil dalam versi instrumental lengkap dengan cameo dirinya dan versi lagu yang dinyanyikan Brenda. Sayangnya, usaha yang bagus ini tak dibarengi promosi layak.

Mikha (Olivia Jensen), putri duta besar Indonesia di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia yang tengah berlibur kesana secara tak sengaja hampir menabrak Zamani (Kamal Adli) saat bermain jetski. Zamani yang ternyata seorang pilot helikopter carteran untuk tugas ayah Mikha tak menyangka bakal bertemu lagi dengan Mikha. Sikap galaknya ternyata ditimpali beda oleh Mikha yang malah mengejarnya karena awalnya merasa bersalah. Perasaan ini lama-lama berkembang dan membuat Zamani luluh, namun sejumlah rintangan sudah siap menghadang kisah cinta mereka.

Nanti dulu soal bagus atau tak bagus. Di luar beberapa masalah teknis yang membuat beberapa visualnya seolah FTV yang di-blowup ke layar lebar, keseriusan penggarapannya sebenarnya cukup terlihat, termasuk usaha aerial shot dan props helikopter asli berikut pengenalan set serta budaya Kinabalu yang sedikit berbeda dengan Malaysia bisa muncul tak hanya sebagai gimmick percuma. Gambaran adegan medis/rumahsakit di penghujung film juga sangat layak jadi pembelajaran bagi sineas-sineas kita yang masih saja suka sembarangan menggarap adegan-adegan sejenis. Chemistry Olivia-Kamal sebagai faktor paling penting awalnya mentah namun berkembang makin baik menuju bagian-bagian akhir, cameo Yovie dan garapan lagu-lagu berikut dua instrumental utama dalam OST-nya menarik, dan saya tak bisa menampik, sepenggal adegan penutup itu memang mampu membalik semua kekurangan di awal jadi terasa cukup menyentuh.

Sayangnya, di luar kelebihan itu, penggarapan lainnya tak bekerja sama baiknya. Skenario yang ditulis Azwar Annuar, yang memulai karirnya sebagai seorang blogger tak bisa terlalu banyak menyelipkan inovasi di tengah template lovestory yang sangat klise. Dan salahnya, mungkin karena kesalahan film-film kita juga selama ini, ia seakan menafsirkan bahasa Indonesia tak ubahnya versi paling baku bahasa Melayu dalam konteks surat-menyurat. Di saat dialog aktor-aktor Malaysia hingga gambaran dialek Kinabalu itu terhandle dengan kewajaran selayaknya kita mendengar pembicaraan mereka sehari-hari, kecuali Olivia, semua aktor-aktris Indonesia tak ubahnya seperti orang berpidato di mimbar resmi atau membaca buku di depan guru dengan kaku. Belum lagi teknis lain termasuk skor yang kadang mengganggu dan editing yang terasa kasar. So apa boleh buat. Walau klise, ‘Gerimis Mengundang’ yang memang sudah dipenuhi kultur-kultur populer paduan kedua negara tetangga ini sebenarnya berpotensi untuk jadi film yang baik. Paling tidak, kualitasnya masih jauh diatas ‘Cintaku Forever’ yang paling berantakan dari semuanya. Namun keseluruhan hasil akhirnya, sayangnya tak sebaik yang diharapkan. (dan)

~ by danieldokter on June 11, 2012.

2 Responses to “GERIMIS MENGUNDANG : MELODRAMA DUA NEGARA”

  1. […] Gerimis Mengundang […]

  2. ALHAMDULILLAH SAYA SANGAT GEMBIRA SEKALI KERANA SAYA MENANG ANGKA TOGEL SGP & TOTO. RM200.000 DARI ANGKA PEMBERIAN MBAH SABAR LANGSUNG 4D. ATAU 4 ANGKA KEMARIN JADI BAGI YANG MAU MERASAKAN KEMENANGAN ANGKA TOGEL SEPERTI SAYA HUB. MBAH SABAR DI NO. Oleh telefon. 082333914777 SAYA SUDAH BUKTIKAN DEMI ALLAH.

Leave a comment