ALEX CROSS : ALONG CAME A TYLER

ALEX CROSS

Sutradara : Rob Cohen

Produksi : QED International, James Patterson Entertainment, Summit Entertainment, 2012

First question. Who is Alex Cross? Kalau Anda sudah menonton ‘Kiss The Girls’ dan ‘Along Came A Spider’, Anda pasti sudah tahu. Alex Cross, seorang detektif polisi Washington DC sekaligus psikolog forensik FBI, yang dalam dua film tadi diperankan Morgan Freeman, memang merupakan karakter utama dari deretan serial novel kriminal yang ditulis oleh James Patterson. Dalam porsi keahlian dan genre yang juga berbeda, ia tentu tak se-terkenal Bond, Bourne, ataupun Jack Ryan. Namun dua film adaptasi yang lumayan sukses tentu membuka jalan untuk kelanjutannya, or else, a reboot. So, dengan skrip yang ditulis langsung oleh Patterson bersama Kerry Williamson (plus Marc Moss, penulis skrip adaptasi  ‘Kiss The Girls’ dan ‘Along Came A Spider’ yang belakangan masuk), instalmen baru dari karakter ini sudah disiapkan sejak 2010. Fokus paling serius lantas tentu ada pada cast. Ketimbang kembali memakai Freeman, skrip yang merupakan adaptasi bebas dari salah satu novelnya, ‘Cross’ ini memang bersetting di timeline usia Cross lebih awal. Idris Elba sempat di-cast sebagai Cross, namun akhirnya, dibalik pengambilalihan copyright-nya, Tyler Perry muncul sebagai Cross baru, serta sutradara yang berpindah tangan dari David Twohy ke Rob Cohen, spesialis film aksi yang belakangan terus-menerus gagal total dalam status itu (‘xXx 2’, ‘Stealth’ dan ‘The Mummy 3’ berturut-turut).

Now comes the second question. Who is Tyler Perry? Meski sudah sangat dikenal sebagai artis multitalenta di Amerika sana dengan franchise buatannya sendiri,  ‘Madea’, peran cross-gender yang sudah menghasilkan sampai tujuh instalmen layar lebar di luar teater dan televisi, gaungnya di luar AS memang kurang terasa kecuali bagi yang benar-benar penikmat film. Dan action, memang merupakan wilayah baru-nya yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya. However, cast lainnya cukup menjual. Ada Matthew Fox dari serial ‘Lost’, atau paling tidak, Edward Burns, sebagai sidekick sekaligus sahabat sejak kecil Cross, yang entah atas alasan apa mengalami penggantian nama dari John Sampson ke Tommy Kane di adaptasi ini. Meski belakangan kerap kebagian supporting cast kurang penting, namanya mungkin masih lebih dikenal disini ketimbang Perry.

And the last question. Seberapa meyakinkan penampilan Perry di wilayah baru ini ; yang sebenarnya menuntut selain akting (oh, yes. ‘Cross’ yang menjadi patokan skrip-nya, meskipun ini adaptasi bebas, adalah tahapan terberat dari seluruh kasus-kasusnya karena menyangkut masalah pribadi dan keluarganya), juga aura-nya sebagai action hero (lagi-lagi, karena tak seperti kiprah ‘Cross’ lain yang sekedar menempatkannya sebagai penyidik dengan otak, skrip reboot ini memasangnya dalam fighting scene yang harus terasa intens pada klimaks ala Cohen). Dan lawannya, sedikit berbeda dengan novel, adalah karakter dengan nama baru Picasso menggantikan nicknameThe Butcher Of Sligo’ yang disebut sekilas di filmnya, yang bukan hanya seorang mastermind, tapi pembunuh tangguh dan petarung underground yang luarbiasa kejam. Let’s see, then.

Detektif Alex Cross (Tyler Perry) sebenarnya sedang mengharapkan anak ketiganya dari sang istri, Maria (Carmen Ejogo) ketika ia dan partner sekaligus sahabatnya, Tommy Kane (Edward Burns) dihadapkan pada kasus pembunuhan sadis yang meninggalkan petunjuk misterius bagi penyelidikan mereka. Namun semua berbalik menjadi jebakan ketika identitas Picasso (Matthew Fox), sang pembunuh dengan keahlian spesial, hampir terbuka ketika mereka mencoba melindungi seorang pengusaha Perancis, Leon Mercier (Jean Reno), yang menjadi sasaran akhir Picasso. Penyelidikan ini pun berubah menjadi adu intrik dan dendam pribadi saat Picasso mulai membidik orang-orang terdekat Cross dan Kane, sementara ada sebuah konspirasi jauh lebih besar dibaliknya.

 

Berbeda dengan tone kebanyakan novel dan dua adaptasi sebelumnya, di tangan Cohen dan Patterson (yang mungkin memang sangat menginginkan Cross menjadi hero secara lebih meluas), ‘Alex Cross’ muncul sebagai sebuah gelaran action ketimbang thriller psikologis yang memang sedang jadi trend saat ‘Kiss The Girls’ dan ‘Along Came A Spider’ diproduksi. Di satu sisi, ini merupakan dayatarik besar ke penonton awam yang mengharapkan hiburan serba eksplosif sekaligus memperkenalkan karakter Alex Cross ke penonton sekarang. Dan dalam entertainment terms, tak ada yang salah dengan pace-nya. Intensitas aksinya digagas Cohen dengan peningkatan thrill menuju klimaks chaotic-nya yang seru. Kejar-kejaran dan adu intrik antara Cross-Kane dengan Picasso juga tampil cukup menarik.

Sebagai Picasso, Matthew Fox yang mengorbankan banyak bobot tubuhnya buat film ini, juga sangat patut mendapat pujian. Meski diracik Cohen secara komikal, otot kuli dibalik tubuh kurus kering penuh tato dan ekspresinya muncul dengan keseraman seorang villain yang meyakinkan. Masih ada juga Edward Burns yang tampil solid meski perannya hanya sebatas sidekick. Mengulang memorable act-nya dalam ‘15 Minutes’, hampir dalam tiap scene-nya, Burns muncul sebagai scene-stealer dibalik kostum dan style flamboyan tipikal polisi penuh gaya dalam film-film ‘80-‘90an sebagai penarik kuat bagi penonton wanita. Rachel Nicols (‘Conan The Barbarian’) sebagai Monica Ashe, rekan sekaligus love-interest Kane juga secara seimbang bisa membawa peran singkatnya dengan baik, serta jangan lupakan penampilan Jean Reno berdialog Indonesia dan aktris gaek 80 tahunan nominator Oscar, Cicely Tyson, yang sudah beberapa kali berkolaborasi dengan Perry.

Namun sayang, kekuatan utama yang harusnya berfokus di Tyler Perry sebagai Alex Cross, gagal total. Benar-benar gagal total, jauh dari apa yang ada dalam banyak review kritikus luar yang menyatakan bahwa Perry sudah berbuat maksimal namun kesalahan terbesar ada pada Cohen. I’ll assure you, that was a total bullshit. Kita tentu tak bicara soal looks, yang mungkin bagi sebagian orang ada dibalik penampilan Tyler Perry yang sangat tak layak dengan postur tambun-nya, tak ubahnya dengan kegagalan Ice Cube dalam ‘xXx 2‘. Tapi tidak hanya tak mampu menunjukkan ekspresi yang pas di tiap konflik emosionalnya yang di-push skripnya seberat mungkin demi penekanan idealisme Cross sebagai aparat atau vigilante di persimpangan pilihannya, tak becus pula memegang senjata, postur Perry pun tak mampu berbuat banyak untuk adegan pertarungan satu lawan satu yang harusnya jadi klimaks habis-habisan dari ‘Alex Cross’. Oh come on. Hanya orang gila mungkin yang berekspresi seperti itu kala kehilangan sesuatu sebesar yang ada dalam skripnya. Dan ini masih berakibat menyisakan rasa garing ketika ending dengan lokasi syuting asli di Gianyar, Bali, yang sedikit banyak jadi dayatarik lebih buat penonton kita itu digelar. Apa yang seharusnya jadi twist cukup kuat, jadi lewat begitu saja tanpa emosi.

So begitulah. ‘Alex Cross’ tidak memiliki kesalahan dalam skrip keseluruhannya. Sebagai reboot untuk memindahkan genrenya dari thriller psikologis ke boom-bang action yang lebih seru, Cohen sudah bekerja cukup baik. Cast lainnya pun cukup solid. Kesalahannya cuma satu. Tyler Perry. Yes, Tyler Perry, yang ternyata hanya bisa mesam-mesem datar dibalik tampang komediannya dan sulit untuk bergerak lebih. Dan ini benar-benar fatal, though we know, kebanyakan penonton awam pasti masih terhibur menikmati gelaran aksi serta penampilan Fox dan Burns sebagai pentolan dayatarik-nya. Jika box office lumayan bakal melahirkan sekuel berikutnya, then let’s all pray. Semoga mereka semua sadar, bahwa Perry bukan pilihan yang tepat. Sama sekali bukan pilihan yang tepat. (dan)

~ by danieldokter on October 24, 2012.

7 Responses to “ALEX CROSS : ALONG CAME A TYLER”

  1. Pop question : kalo memang bukan Tyler Perry, kira-kira siapa yang cocok meranin Alex Cross muda? Kalau film ini ada sekuelnya, tentu saja. 🙂

  2. Elba would be better. Dia jelas bisa beraksi dan berantem. Atau, Chiwetel Ejiofor, yang jauh lebih berkarakter untuk peran-peran yang penuh emosi. Tuh, see the picture. Apa bagus gayanya pegang senjata? Lebih mirip anak-anak main perang-perangan daripada polisi beneran :). Pincang bener dibandingin sama Fox dan Burns :p

  3. Saya penggemar berat novel Alex Cross, dan membaca review Pak Daniel kayanya kudu kembali kecewa dengan casting yg dipilih. Di film sebelumnya pemilihan Morgan Freeman sudah tepat dari sisi karakter, tapi dari sisi fisik sangat bertolak belakang (di novel Alex Cross digambarkan bertubuh kekar dan tangguh secara fisik, bukan *maaf* pria paruh baya seperti Morgan Freeman 😀 ). Kalau mau mengambil setting Alex Cross senior, saya kira Samuel L Jackson would be awesome, atau kalau mau versi yang lebih muda Jamie Foxx atau Idris Elba seperti pendapat Pak Dokter cukup memenuhi syarat

  4. Padahal setau gue Idris Elba yang di consider pertama kali untuk meranin cross… entah kenapa jadi si tyler perry… Diperparah lagi penampilan Jean Reno yang jauh dari standard akting dia… cuman 2 hal yang bisa bikin gue anteng nonton ini: Fox dan Indonesia…. hehehehe…

  5. aku udah baca petualangannya alex cross sejak kuliah dulu dan saat membaca yang ada dalam bayanganku itu adalah denzel washington hehehehe

  6. […] Alex Cross […]

Leave a comment