TARZAN
Sutradara : Reinhard Kloos
Produksi : Constantin Film, Summit Entertainment, 2013
Siapa yang tak kenal ‘Tarzan’? Sejak dimunculkan pertama kali di tahun 1914 sebagai karakter dari novel besutan Edgar Rice Burroughs, ‘Tarzan Of The Apes’, adaptasinya dalam berbagai media mungkin sudah cukup sulit untuk dihitung. Generasi sekarang mungkin lebih mengenal versi Disney tahun 1999 dengan soundtrack Phil Collins, namun dalam sejarah adaptasi filmnya, pemeran Tarzan paling ikonik adalah Johnny Weissmuller yang tampil dalam 12 instalmen (6 diantaranya produksi MGM) serta ini yang terpenting, mempopulerkan Tarzan’s yell sebagai trademark yang lantas dianggap harus selalu ada di adaptasi film-filmnya.
Setelah lama tak muncul di layar lebar, karakternya kembali lagi di penghujung tahun lalu dalam bentuk 3D animated motion capture (mocap) produksi Jerman – Amerika. Dibawa oleh sineas Jerman Reinhard Kloos yang sebelumnya sudah dikenal sebagai produser dan kemudian beranjak sebagai sutradara film-film animasi seperti ‘Impy’s Island’ dan ‘Animals United’, Kloos yang juga menulis skripnya tak hanya sekedar menuangkan elemen-elemen kisah asli dari novelnya, tapi menambahnya dengan inovasi yang lebih up-to-date, termasuk sempalan sci-fi twist dan mash-up set yang lebih modern. Juga membidik pasar pemirsa muda sekarang, Kloos menampilkan Kellan Lutz yang popularitasnya cukup menanjak sejak muncul dalam franchise ‘Twilight’ dan Spencer Locke dari ‘Resident Evil’. Begitupun, highlight utamanya jelas ada di teknik animasi mocap yang effort-nya sudah semakin jauh berkembang sekarang.
Ambisi ilmuwan John Greystoke (disuarakan Mark Deklin) menemukan situs meteor yang jatuh ke bumi jutaan tahun yang lalu, yang dipercaya sebagai sumber energi tak terbatas, berujung pada sebuah kecelakaan fatal. Meninggalkan putra satu-satunya yang kemudian diasuh oleh kera betina Kala, bocah itu tumbuh sebagai Tarzan (dewasanya disuarakan oleh Kellan Lutz). Sempat menyimpan kenangan masa kecilnya menyelamatkan Jane Porter (dewasanya disuarakan Spencer Locke), putri asisten Greystoke, Jim (Les Bubb), Tarzan dan Jane dewasa bertemu kembali dalam kondisi berbeda. Pasalnya, Jane yang menjadi aktifis lingkungan tak menyadari kalau dirinya dimanfaatkan oleh William Clayton (Trevor St. John), CEO penerus perusahaan Greystoke Energies yang kembali untuk menemukan meteor itu. Melawan pasukan tentara bayaran yang dibawa Clayton menjelajah hutan bahkan menyakiti keluarga primatanya, Tarzan sekali lagi harus menyelamatkan Jane sekaligus seisi hutan dari kehancuran.
Tak hanya dari sempalan sci-fi sebagai motivasi awal sekaligus membangun konflik utama sisi petualangannya, yang meski lagi-lagi menggunakan template klise alam vs. korporasi, usaha Kloos memodifikasi novel dan karakter klasik Edgar Rice Burroughs juga membuat asal-usul Tarzan digambarkan dengan proses-proses lebih detil, termasuk pada penggunaan nama legendaris dan iconic yell yang tak lantas ditinggalkan begitu saja. Beberapa elemennya memang mengalami perubahan serta tak lagi terlalu berfokus ke rekan-rekan primata Tarzan sebagai sidekicks-nya, namun penelusuran barunya, terutama polesan lebih pada karakter Jane berikut detil-detil pengembangan plot yang lebih logis di tengah plot fantasi itu tetap muncul dengan cukup menarik.
Kellan Lutz dan Spencer Locke membawakan karakter Tarzan dan Jane dengan chemistry voiceover yang cukup baik, sementara bangunan emosi dari scoring David Newman juga tampil bagus. Perbandingan dengan status klasik soundtrack Phil Collins dalam ‘Tarzan’ versi Disney mungkin mau tak mau tak bisa terelakkan, namun love theme ‘Paradise’ milik Coldplay di sisi lain juga berhasil menampilkan atmosfer berbeda yang cukup sesuai bagi kalangan penonton sekarang.
Diatas semuanya, hal terbaik dalam ‘Tarzan’ versi baru ini tetap ada pada visualnya. Sinematografi Marcus Eckert yang biasanya berkarir sebagai camera/steadicam operator di sejumlah film Jerman terkenal seperti ‘The Baader Meinhoff Complex’ memberikan sinergi yang bagus sekali bersama tim animator dan motion capture-nya. Dengan keajaiban yang mereka miliki di teknik animasi sekarang, latarnya dibesut dengan scenic visual yang cukup stunning, sementara teknik mocap dalam detil-detil pergerakan karakter hingga ke sejumlah action scenes yang hadir juga tergolong sangat rapi.
So, baiknya jangan terlalu mendengarkan komen-komen negatif yang sudah muncul sejak awal trailer-nya diluncurkan, mostly if you’re the fan of the character. Meski mungkin inevitable, toh ‘Tarzan’ tak lantas menjadi legendaris hanya dengan karya Disney seorang. Yang penting, sebagai tontonan segala umur, terutama untuk terus memperkenalkan karakter klasik ini ke penonton-penonton generasi baru, ‘Tarzan’ baru yang seru sekaligus sangat eye-catching ini sama sekali tak jelek. Kloos sudah menghadirkan retelling yang masih cukup seimbang bersama penghormatan ke karya aslinya, dan dibalik sejumlah pembaharuan yang ada, this is still Tarzan as you’ve known him before. (dan)
~ by danieldokter on January 18, 2014.
Posted in myths and legends
Tags: 3D animated motion capture, Coldplay, David Newman, Edgar Rice Burroughs, Johnny Weissmuller, Kellan Lutz, Les Bubb, Marcus Eckert, Mark Deklin, mocap, motion capture, movie, Paradise, Reinhard Kloos, review, Spencer Locke, Tarzan, Tarzan 3D, Trevor St.John