THE MERMAID (美人鱼) : MO LEI TAU OVERLOAD, BUT WORKS

THE MERMAID (美人鱼) 

Sutradara: Stephen Chow

Produksi: China Film Group, Edko Films, The Star Overseas, Hehe (Shanghai) Pictures Co.Ltd, Beijing Enlight Pictures, Shanghai New Culture Media Group Co.Ltd, Alibaba Pictures Group Linited, Shanghai Tianshi Media Co.Ltd, BinGo Group Co.Ltd, 2016

The Mermaid

            Rentang karir panjang seorang Stephen Chow (Chow Sing-chi) dari aktor muda ke komedian, lantas ke sutradara, memang sudah menorehkan suatu keajaiban yang jarang-jarang terjadi. Bukan tak banyak karir seorang aktor yang melangkah menjadi sutradara, tapi dalam kapasitas master storyteller bahkan layak disebut seorang auteur di genre yang di-re-invent Chow sendiri di era popularitasnya di ‘90an lewat serangkaian film-filmnya, Hong Kong popular comedy culture called mo lei tau (无厘头), ini luarbiasa hebat. Bentukannya atas komedi nyeleneh yang literally punya arti nonsensical itu begitu melekat pada sosok Chow bahkan mengalahkan sineas-sineas lain yang sedikit banyak punya signature itu di karya-karya mereka, termasuk aktor-sutradara Wong Jing yang sebenarnya juga punya peran besar dalam melejitkan karir Chow.

            Namun Chow mungkin sekarang puas dengan cukup berada di belakang layar. Terakhir kali muncul lewat ‘CJ7’ setelah dua karya fenomenalnya, ‘Shaolin Soccer’ dan ‘Kung Fu Hustle’ yang jadi film wajib di chinese movie bible hampir setiap pemirsanya, entah karena fisiknya yang kelihatan jauh lebih menua dari aktor-aktor seangkatan bahkan seniornya, ia merilis ‘Journey to the West: Conquering the Demons’, reboot interpretation-nya tentang Sun Wu Kong tanpa ikut berperan. Begitupun, style-nya sebagai seorang auteur tadi justru makin teruji. Kita tak melihatnya di sana, tapi tiap karakter utamanya, male or even female, seperti muncul bak avatar ke karakter dan style komedinya yang biasa. Selagi Chow Yun Fat dan Andy Lau, maaf, terus-terusan masih mau dipermalukan di film-film yang menjual kekonyolan mereka seperti di instalmen terakhir ‘From Vegas to Macau’ kemarin, Stephen Chow yang dulu berada di belakang mereka sudah menjadi seolah seorang shifu.

            And okay, walau ‘Conquering the Demons’ mungkin adalah sebuah pengenalan film Stephen Chow tanpa Stephen Chow, sehingga tak begitu banyak bicara di perolehan box office, ‘The Mermaid’ (di sebagian negara termasuk di sini cukup dengan ‘Mermaid’ saja, unofficially) tidak begitu. Mencetak rekor mengejutkan dari the biggest opening day dan the biggest single day gross menuju 7 hari perilisannya, the biggest opening week of all time di China bahkan the highest grossing Chinese film of all time and still counting, sempalan mo lei tau-nya memang tetap main-main ala Stephen Chow. Tapi hasilnya, jelas tak main-main.

            Playboy multimilyuner Liu Xuan (Deng Chao) yang berada di balik rencana proyek reklamasi Green Gulf, sebuah situs konservasi alam dengan teknologi sonar tak menyadari bahwa efeknya berujung fatal bagi populasi merpeople, sekumpulan ikan duyung yang mengisolasikan diri dan berlindung di balik kapal karam di wilayah itu. Demi keselamatan populasinya, pimpinan mereka, Octopus (Show Luo) pun merancang siasat untuk menjebak Xuan lewat ‘honeytrap’, mengirim putri duyung jelita Shan (Jelly Lin Yun) menyamar sebagai wanita penggoda, memancing Xuan ke Green Gulf untuk membunuhnya. Xuan yang memang punya perilaku ladykiller dan ingin menaklukkan semua wanita yang ia bisa merasa tertantang kala bertemu dan mulai melihat kepolosan Shan. Sebaliknya, Shan juga mulai bisa melihat sisi baik dari Xuan dan malah melindunginya dari Octopus. Namun Ruolan (Kitty Zhang Yuqi), partner Xuan yang cemburu dan akhirnya mengetahui keberadaan populasi ini sudah keburu merancang pembantaian untuk bisa secepatnya menguasai Green Gulf.

            Seperti serangkaian film-filmnya belakangan, bersama seabrek rekan-rekannya, Kelvin Lee, Ho Miu-kei, Lu Zhengyu, Fung Chih-chiang, Ivy Kong, Chan hing-ka dan Tsang Kan-cheungStephen Chow memang menggagas plot dan skripnya sendiri. Memasukkan style mo lei tau-nya sejak menit pertama film dimulai dan tak berhenti hingga menjelang akhir, apa yang dilakukannya kali ini memang ada di porsi overload. Tapi bukan berarti Chow tidak mengiringi permainan nonsensical comedy itu dengan cermat. Ia tahu kapan saatnya harus serius, heartful, bahkan menggelar sempalan turnover yang mengarah ke tragedi, bahkan goryness, yang tetap tak bisa sepenuhnya terpisah dengan elemen serba main-main tadi.

            Dan di atas semuanya, ia bisa memasukkan pesan berharga soal lingkungan – reklamasi teluk dan ancaman konservasi alam tanpa terkesan menggurui tapi dibangun dengan rapi lewat bentukan-bentukan karakter, glimpse of fantasy romance dari Xuan dan Shan serta plot-nya secara keseluruhan. Terserah mau menyebutnya genre apa di tengah pencampuradukan elemen yang ada, tapi yang jelas, di tengah komedi nyeleneh yang terus-menerus melanggar batasan-batasan logika itu, what made ‘mo lei tau’ a ‘mo lei tau’, jahitan plot-nya sedemikian rapi dan sangat nyaman untuk diikuti. Sisipan musik dari Raymond Wong juga terus menghadirkan pengembangan dari apa yang dilakukan Chow sejak ‘Kung Fu Hustle’, berupa tribute dan homage ke komposisi musik klasik kultur/budayanya. CGI-nya mungkin tak semulus Hollywood, tapi bukan lantas jadi mengganggu.

            Namun kekuatan utama untuk merangkai semua itu tentulah ada di pengarahan Chow sendiri. Seperti ‘Conquering the Demons’, karakter-karakter yang muncul bak avatar Chow berikut convo-convo wajib – andalannya di film-filmnya sebelum ini plus banyak wajah-wajah baru sampai cameo (dari Kris Wu, Wen Zhang hingga Tsui Hark) memang menunjukkan kepiawaian Chow memilih cast, baik untuk diserahi spotlight atau sekedar diolok-olok se-ngehe mungkin. Caranya menggagas komedi dari timing hingga detil-detil lain termasuk gestur dan ekspresi yang sangat menjelaskan mo lei tau reinvention khasnya, tetap juara. Baik Deng Chao, Show Luo hingga Kitty Zhang / Zhang Yuqi, sexy actress yang punya kemiripan luarbiasa dengan aktris Korea Song Hye Kyo – yang sebelumnya juga sudah berkolaborasi dengan Chow di ‘CJ7’ adalah rising stars di industri hiburan baik film atau musik mereka – namun di sini terlihat jauh lebih bersinar saat disuruh menggila oleh Chow, sementara Jelly Lin / Lin Yun, lagi adalah temuan terbaru lewat casting dengan potensi sebesar yang sudah-sudah. Pendatang baru yang dilejitkan oleh pilihan Chow, dan ini bukan lagi hal baru dalam potensinya sebagai seorang auteur.

            So, ‘The Mermaid’ memang punya sejuta prasyarat untuk memecahkan rekor itu. Di permukaan, ia memang adalah mo lei tau showcase yang saking gilanya, terlebih buat penyuka style komedi Chow, went all the way untuk membuat penontonnya terpingkal-pingkal setengah mati, a jumped off your seats treat unlike any other comedy movies. Pengalaman yang mungkin sudah langka sekali didapatkan bahkan dari film-film luar Asia. Tapi jauh di layer lebih dalam, ‘The Mermaid’ bukanlah sekedar canda belaka. Unlikely turn of romance part-nya juga bisa jadi sangat klise, tapi luarbiasa mengikat, heartfelt dan believable di atas chemistry kuat, dan di situlah pesan-pesannya masuk dengan halus tanpa lagi jadi terasa menggurui di tengah ledakan tawa yang ada. A mo lei tau overload, indeed, but somehow, works, sekaligus lagi – jadi salah satu pencapaian terbaik dari seorang Stephen Chow. Luarbiasa, dan hanya Stephen Chow yang bisa. (dan)

~ by danieldokter on March 17, 2016.

2 Responses to “THE MERMAID (美人鱼) : MO LEI TAU OVERLOAD, BUT WORKS”

  1. Wah, akhirnya ada yang review film ini juga.. Sayang, di Bogor hanya tayang sebentar, jadi ga keburu nonton..

  2. […] THE MERMAID […]

Leave a comment