THE SMURFS 2
Sutradara : Raja Gosnell
Produksi : Sony Pictures Animation, Kerner Entertainment Company, 2013
Film is also a form of art. But summer, truly means business. So, despite the bad receptions, mostly among adults, tentu tak ada alasan untuk tak membawa ‘The Smurfs’ yang sudah menghasilkan lebih dari 500 juta dollar dalam peredaran internasionalnya di tahun 2011 ke sebuah sekuel. Everybody knows the franchise, dengan penjualan yang juga masih tergolong tinggi dari semua produknya. Comics, toys, and more. Kiprah Sony mengadaptasinya sebagai live action movie yang setia ke source-nya, serba kids-oriented, child-friendly, memang sudah dari awal punya resiko itu. Di satu sisi, masa liburan memang membuat orangtua tak bisa menolak permintaan anak-anaknya, walaupun kemungkinan mereka merasa tak nyaman tak juga tak bisa dipungkiri. And bringing the whole families into theatres, jelas adalah sebuah keuntungan lebih.
So here it is. Sekuel dari ‘The Smurfs’, adaptasi komik Belgia besutan Pierre Culliford a.k.a. Peyo, berjudul asli ‘Les Schtroumpfs’ yang juga dikenal di seluruh dunia. Makhluk mini biru yang selalu harus berhadapan dengan penyihir jahat Gargamel dan kucingnya Azrael. Raja Gosnell (‘Home Alone 3’) yang juga menyutradarai film pertamanya kembali dengan konsep sama, dengan semua pendukung utama dan pengisi suaranya yang kembali, kecuali tentunya Jonathan Winters, pengisi suara legendaris karakter Papa Smurf yang meninggal April lalu. Yes, again, tak jauh dari pendahulunya, this is simply for kids, or adults who really loved the source and grew up with it. Bukan sekedar yang sesekali saja membaca komiknya.
Gagal di usaha sebelumnya, dengan Smurfette (Katy Perry) yang malah berbalik jadi keluarga Smurf, Gargamel (Hank Azaria) yang kini menjadi entertainer dengan keahlian sihirnya di Paris menciptakan ‘the naughties’ Vexy (Christina Ricci) dan Hackus (standup comedian J.B. Smoove) demi mendapatkan Smurf essence yang memberinya kekuatan sihir. Lewat sebuah portal di sekitar menara Eiffel, mereka pun dikirim untuk membawa Smurfette ke Paris. Papa Smurf (masih sempat disuarakan Jonathan Winters) pun segera menyiapkan regu penyelamatnya untuk menjemput Smurfette kembali melalui kristal ajaibnya menuju kediaman Patrick dan Grace Winslow (Neil Patrick Harris & Jayma Mays), namun sebuah kerusuhan membuat Clumsy Smurf (Anton Yelchin), Grouchy (George Lopez) dan Vanity (John Oliver) masuk menggantikan posisi Brainy (Fred Armisen), Hefty (Gary Basaraba) dan Gutsy (Alan Cumming). Three unlikely Smurfs ini pun membuat rencana mereka makin berantakan, belum lagi dengan kemunculan Victor Doyle (Brendan Gleeson), ayah Patrick yang sejak lama punya masalah hubungan dengannya. Sementara Smurfette yang merasa rekan-rekannya tak menyusulnya mulai betah hidup di tengah kenakalan Vexy dan Hackus.
Skrip yang tetap dipegang J. David Stern dan David N. Weiss dari ‘Shrek 2 dan 3’, Jay Scherick dan David Ronn dari ‘The Zookeeper’ dan kini ditambah Karey Kirkpatrick dari ‘Chicken Run’ dan ‘Over The Hedge’ memang terasa bermain sangat aman menyambung plot instalmen sebelumnya dibalik tone yang tak jauh berbeda. Komedi slaptsick dan one liners para Smurf bersama kekonyolan Gargamel dan Azrael untuk membangun kelucuannya pun tetap sangat kids-oriented. Most of them are annoyingly stupid dan serba childish, walaupun kini disempali father to son theme dari karakter baru Victor yang diperankan Brendan Gleeson, dengan Patrick, tetap di tangan Neil Patrick Harris. But if you look again, bukankah memang seperti itu Peyo membangun legenda para makhluk biru mini ini dalam komik aslinya? Toh usaha tim produksi menghidupkan ‘The Smurfs’ dibalik CGI production values yang tak mudah, lengkap dengan gimmick 3D-nya plus theme song yang dinyanyikan Britney Spears sebagai salah satu jualan utamanya tak bisa dibilang main-main. Live action dan voice actors-nya juga sudah memberikan hasil yang baik sesuai wujudnya sebagai film hiburan, dan skrip keroyokan itu sudah memberi space untuk pengenalan ke karakter-karakter Smurf yang berbeda dengan instalmen sebelumnya secara taktis, which is quite good in an adaptation case.
So, lagi-lagi semuanya terpulang ke resepsi berdasar usia penontonnya. Resiko bagi sebuah tontonan yang terlalu kids-oriented dalam menyampaikan nyawa asli source-nya yang memang diperuntukkan bagi pemirsa belia memang akan terus berhadapan dengan beda-beda resepsi seperti ini. Segmented. Sebagian penonton dewasa boleh saja merasa terpaksa dan jengah setengah mati menemani putra-putri kecilnya menyaksikan ‘The Smurfs 2’, atau sebagian yang lain masih tetap datang ke bioskop untuk berusaha merasakan nostalgia, memaksakan diri untuk mencari silver linings dalam film-film seperti ini walaupun merasa sudah kelewat dewasa. But hey, I tell you what. Why not sometimes look closer, feel those smiles of your loved ones and smurfs with them? (dan)
~ by danieldokter on August 4, 2013.
Posted in sunday morning flicks
Tags: alan cumming, Anthon Yelchin, Brendan Gleeson, Britney Spears, Christina Ricci, David N. Weiss, David Ronn, Fred Armisen, Gary Basaraba, george lopez, hank azaria, J. David Stern, J.B. Smoove, Jay Scherick, Jayma Mays, John Oliver, Jonathan Winters, Karey Kirkpatrick, Katy Perry, Les Schtroumpfs, movie, neil patrick harris, Peyo, Pierre Culliford, Raja Gosnell, review, The Smurfs, The Smurfs 2
komik belgia bahasa prancis bukan komik prancis
w2 said this on August 4, 2013 at 7:38 pm |
right. thanks ralatnya 🙂
danieldokter said this on August 4, 2013 at 10:52 pm |
mas,, untuk 3D nya bagaimana ? apakah bagus ?? brightness, depth dan pop outnya bagaimana ? soalnya mau ngajak ponak-an nich ?
ony said this on August 5, 2013 at 3:04 am |