LANGIT KE 7 : BEAUTY IN ITS OWN WAY

LANGIT KE 7

Sutradara : Rudi Soedjarwo

Produksi : Reload Pictures, Sanca International, 2012

Film Indonesia, jarang-jarang punya genre romantic fantasy. Romance,  with a glimpse of fantasies. Bahkan mungkin hampir tak pernah di sinema kita dulu. Kalau ada satu dua, itu pun berupa remake unofficial dari film-film luar, dengan modifikasi yang benar-benar minimal dan bisa dibilang hampir tak ada. Tapi belakangan ini, genre itu mulai muncul satu-satu. Meski ada yang merupakan pengulangan, tapi rata-rata lebih baik, karena inspirasi-inspirasi itu tak lantas diikuti sepenuhnya, terlepas dari versi luar-nya juga sama merupakan modifikasi dari film lain yang sudah ada sebelumnya. So it’s just common template of a genre. Meski masih bisa dihitung dengan jari, ada ‘Medley’-nya Franklin Darmadi, yang mengambil templateMr Destiny’ dan ‘The Family Man’, lantas ada ‘Sehidup (Tak) Semati’-nya Iqbal Rais yang meski lebih sering dihubung-hubungkan ke ‘Ghost’ namun lebih mirip ke sebuah film Mandarin, ‘Til Death Do We Scare’ (1982) yang juga sudah pernah dijiplak oleh ‘Barang Antik’ (1983) –nya Djayakarta Group. Then, ada ‘Tapi Bukan Aku’ yang disutradarai Irwan Siregar, yang mengambil templateJust Like Heaven’, tapi sayangnya, kualitasnya cukup jeblok bila dibanding dua film sebelumnya.

So, dalam usaha keragaman genre, paling tidak sub genre, kita harusnya senang bila ada film yang mau berusaha untuk itu. ‘Langit Ke 7’, film yang mengembalikan seorang Rudi Soedjarwo ke genre romance setelah ‘Ada Apa Dengan Cinta?’ yang fenomenal dan ‘In The Name Of Love’, yang sebenarnya cukup bagus dengan ensemble all stars cast-nya namun lenyap tak berlanjut itu, menyambung benang merah genre ini. With glimpse of fantasies. Oh, template dari skrip yang ditulis oleh Virra Iminda Dewi ini ternyata tak berbeda dengan ‘Tapi Bukan Aku’, tapi percayalah, mau benar terinspirasi atau tidak, ini hanya template yang terlalu subjektif buat disama-samakan, karena guliran adegan yang ada dalam premis-premis sejenis, even di film luar, tak akan bisa menghindar dari beberapa jejak yang ada di film-film lainnya. Diproduseri Kemal Arsjad, yang belakangan jadi partner tetap Rudi, ‘Langit Ke 7’ sebenarnya adalah sebuah produk afiliasi dengan event ‘Clear Hair Model 2012’. Mau Kemal memang sudah biasa malang-melintang di dunia iklan, don’t judge too soon. I’m telling you, dalam kaitan yang sudah ‘jelas’ lebih ‘jelas’, ‘Langit Ke 7’ bisa jadi contoh buat product placement yang layak dan cukup rapi dalam terms film, yang mau tak mau memang jadi suatu simbiosis mutualisme dalam sebuah produksi. And overall, ada sebuah usaha yang harus dicatat disini. Usaha untuk menampilkan keakuratan adegan medis, yang biasanya tertinggal jauh ke belakang dengan ke-sok tau-an para penulis hingga sineas dengan budaya googling, yang membuat sebagian film besar kita dipenuhi informasi dan pengadeganan ngaco buat profesi ini. At least, mereka-mereka ini, berusaha. Dan itu, baik artinya.

Seorang model dan bintang iklan terkenal, Dania (Taskya Giantri Namya) sehari-hari bersahabat dengan Angel (Maureen Irwinsyah), Visi (Rechelle Rumawas), Lintang (Bonita Lauwoie), Angel (Maureen Irwinsyah) dan Indira (Atika Noviasti), punya dua masalah. Menghadapi kejaran wartawan infotainment yang kadang salah menangkap sifat temperamentalnya, namun yang benar-benar mengganggu pikirannya adalah rencana sang ayah, Sutoro (Pong Hardjatmo), untuk menjodohkannya dengan anak rekan bisnisnya. Kegalauan Dania membuatnya memilih pelarian lewat liburan ke Bali bersama empat sahabatnya, tanpa menyadari, ada musibah yang menunggunya disana. Dalam sekejap, Dania menemukan dirinya berada dalam ambang hidup dan mati, dengan hanya seorang lelaki, Denan (Aryadila Yarosairy), yang bisa membantunya, dibalik rahasia lain yang sama sekali belum terkuak dari takdir kehidupan cintanya. Kamu percaya takdir?  The tagline said so.

So, the traces ofJust Like Heaven’ memang ada di beberapa bagian plotnya dengan pembandingan yang sulit buat dihindari. Namun keseluruhan plotnya, tak sama, dan ini jadi template yang wajar saja buat genre sejenis. Hal terpenting dalam ‘Langit Ke 7’ adalah bagaimana ia menampilkan genre fantasy romance-nya dengan kecantikan yang diperlukan dalam tema-tema sejenis. Oh ya, ini adalah sebuah romance, jadi, haruslah punya feel romantic.

Dan tak ada yang salah dari barisan pemenang ‘Clear Hair Model’ dengan penempatan cast-nya. Meski tak se-detil karakterisasi yang ada dalam ‘Ada Apa Dengan Cinta?’ di subtema friendship-nya, maaf jika lagi-lagi membandingkan karena pengarahan Rudi mau tak mau membuat kita teringat kesana, kelima wajah baru dibalik kilauan rambut-rambut-nya ini bermain sesuai dengan porsi karakterisasi yang diberikan pada mereka. Chemistry mereka satu dengan yang lain juga tampil dengan bagus. Tak ada juga yang salah dengan Taskya Namya yang diserahi porsi sebagai Dania, sang pemeran utama. Sosoknya mampu bermain meyakinkan sebagai Dania yang tengah dibingungkan dengan eksistensi-nya. Sebagian orang boleh saja membanding-bandingkan lebih cantik yang ini dan yang itu dalam porsi Taskya, namun sorot matanya cukup bicara di beberapa adegan yang memang bertendensi buat memancing feel romantic tema tadi, tanpa harus bereaksi berlebihan.

Tiga penampilan khusus aktor seniornya, Pong Hardjatmo, Donny Damara dan terutama Sandra Dewi yang berperan sebagai dokter Ira, juga sama sekali tak mengecewakan dalam memberi kesan. Gaya penyutradaraan Rudi, yang selalu teliti menampilkan detil-detil penting, juga tetap tak hilang. Namun sayangnya, Aryadila Yarosairy yang mendapat porsi pemeran utama sebagai pendamping Taskya yang seharusnya memberi thrill penuh terhadap penekanan romantisme-nya, justru jatuh ke akting dengan ekspresi-ekspresi over yang dipenuhi permainan eyebrows dan sorot mata melotot-nya, dan ini keterusan hingga ke keseluruhan film. Di bagian-bagian awal, akting itu masih bekerja dengan baik dibalik kesesuaian skripnya, namun semakin ke belakang, meski chemistry-nya dengan Taskya kelihatan tetap terjaga cukup baik, jadi sedikit terasa mengganggu. Justru Nikki Frazetta, yang jadi sidekick-nya, Pio, muncul sebagai scene-stealer lewat akting lepas yang begitu masuk ke karakternya. Lagi yang perlu dipertanyakan adalah press release yang sayangnya tak memberikan informasi jelas buat Aryadila yang seharusnya, di luar kekurangannya, berhak mendapatkan ekspos lebih dengan porsinya sebagai pemeran utama. Hampir di tiap media, nama Aryadila bahkan tak tercantum dengan jelas, pun juga stills yang memuat sosoknya.

Satu lagi yang seharusnya bisa tergarap lebih baik adalah skrip Virra Dewi sendiri. Dalam konteks romance fantasy, jelas sah-sah membawa plotnya kemana saja, namun logika dramatisasinya, sayangnya tak bergulir dengan kontinuitas yang sempurna. Ada elemen-elemen kelewat klise yang sudah kerap jadi bagian dalam bangunan konflik film-film kita dibiarkan terlalu cepat tersampaikan pada penonton, sementara sedikit usaha twist di bagian-bagian akhirnya untuk menghindari alur klise itu justru jadi kelihatan tak sepenuhnya relevan menyeruak kelewat singkat demi penyampaian sebuah kisah tentang takdir dan konsep-konsep soulmate-nya. I might be agree to a friend, andai saja twist ini diletakkan sebagai awal pembuka semua kisahnya, konsep soulmate yang diusung ‘Langit Ke 7’, bisajadi akan jauh lebih terasa.

However, lepas dari beberapa kekurangan itu, bersama penggarapan Rudi, bintang utama lain dalam ‘Langit Ke 7’ adalah Arief R. Pribadi yang berhasil menampilkan keindahan sinematografi dalam atmosfer romantis-nya, terutama di adegan underwater jagoannya yang mengambil lokasi wisata selam Tulamben, Bali, masih jarang-jarang ada di film kita dengan pencapaian seindah ini, dan pastinya, skor Andi Rianto yang begitu berfungsi menggetarkan naik turun emosi dalam pengadeganan konflik-konfliknya, sekaligus menyelamatkan kekurangan akting Aryadila tadi. Bersama lagu tema recycled hit karya A. Riyanto, ‘Layu Sebelum Berkembang’ yang dibawakan Nathan Hartono, ‘Langit Ke 7’ , just like its beautiful poster, sebagai satu yang terbaik dalam sejarah sinema kita, sudah berhasil membangun kecantikan dengan caranya sendiri. Beauty in its own way, dan itu sudah jadi persyaratan yang cukup buat genre yang diusungnya. Satu yang jarang-jarang tampil, dan seharusnya mendapat dukungan lebih. (dan)

~ by danieldokter on November 25, 2012.

One Response to “LANGIT KE 7 : BEAUTY IN ITS OWN WAY”

  1. […] Langit Ke 7 […]

Leave a comment