THE WOMAN IN BLACK 2: ANGEL OF DEATH ; A SEQUEL IN THE VEIN OF HAMMER HORROR

THE WOMAN IN BLACK 2: ANGEL OF DEATH

Sutradara : Tom Harper

Produksi : Hammer Films, Entertainment One, Cross Creek Pictures, Relativity Media, 2015

WIB2

            Nama Hammer Films dengan iconHammer Horror’ bernuansa gothic-nya tentu sudah tak asing lagi bagi penggemar horor. Sempat mati sebelum bangkit kembali di bawah kepemilikan baru studio-nya, penghasil film-film horor terbesar yang pernah dimiliki Inggris ini lantas kembali pada tahun 2008. Toh serangkaian revival project-nya, termasuk ‘Let Me In’ (2010), remakeLet The Right One In’ dan ‘The Resident’ (2011) belum bisa dikatakan sukses hingga ‘The Woman in Black’ (2012), horor yang mencatat kembalinya mereka ke special signature-nya di ranah gothic horror, benar-benar mencetak rekor sebagai film tersukses dalam sejarah produksinya, termasuk juga resepsi bagus dari para kritikus.

            Begitupun, mereka tak lantas melanjutkannya dengan sebuah sekuel. Lebih dulu melempar ‘The Quiet Ones’ (2014) yang juga masih setia berada dalam nuansa itu ke pasar, yang tak bisa sedikitpun menyamai sukses ‘The Woman in Black’, walaupun tak jelek, barulah mereka melanjutkannya ke ‘Angel of Death’, subjudul yang dipakai untuk sekuel film yang benar-benar dianggap sebagai ikon kebangkitan studionya. Sayangnya, mungkin kerinduan terhadap Hammer Horror yang sangat Inggris itu masih segmented tanpa keikutsertaan bintang-bintang sekelas Daniel Radcliffe. Hanya punya seorang Jeremy Irvine sebagai aktor yang sudah lumayan dikenal, berikut sutradara Tom Harper yang rekor karirnya masih jauh di bawah James Watkins, sutradara film pertamanya, dari promonya pun, sekuel ini kelihatan adem ayem saja.

            ‘Angel of Death’ membawa kita beberapa puluh tahun dari event di film pendahulunya. Di tengah kekacauan Perang Dunia II akibat bom yang memporak-porandakan London, Eve Parkins (Phoebe Fox), seorang guru SD terpaksa mengikuti atasannya, Jean Hogg (Helen McCrory) dan sekelompok murid ke sebuah desa di pinggiran kota bernama Crythin Gifford. Tujuannya adalah Eel Marsh House, rumah kuno yang mereka gunakan sebagai sekolah darurat. Menyusul beberapa peristiwa misterius yang sudah mengiringi mereka sejak awal, serangkaian teror yang menimpa Edward (Oaklee Pendergrast), salah seorang anak yang bisu akibat trauma sepeninggal orangtuanya di musibah bom tadi pun memaksa Eve bersama Harry Burnstow (Jeremy Irvine), seorang pilot yang bertugas disana untuk menyelidiki apa yang terjadi, berikut menelusuri rahasia masa lalunya sendiri.

            Meski jadi satu genre yang tak pernah bisa mati dan terus diproduksi, horor mau tak mau memang harus berhadapan dengan trend yang dengan dinamis berubah dari waktu ke waktu. Saat effort-effort jump scare masih sangat diperlukan sekarang demi menakut-nakuti penontonnya sebagai salah satu syarat utama mengapa mereka berbondong-bondong memenuhi bioskop, ini jadi sebuah distraksi terhadap style Hammer sendiri dengan nuansa gothic yang seharusnya bisa lebih tampil ke depan. Bagi sebagian penggemar genre-nya, ini kerap jadi flaws yang sangat tak diharapkan mendominasi film-filmnya, belum lagi soal twist dan sama seperti bagaimana sebuah komedi bisa mengenai sasaran yang berbeda, urusan jump scare ini jelas mengarah ke persyaratan baku yang sama. Hit, or miss, yang jarang sekali bisa berhasil di seluruh pengadeganannya.

            Begitupun, sekuel ini sebenarnya masih sangat mempertahankan atmospheric horror dalam produksi-produksi Hammer klasik, sekaligus juga feel yang terasa sangat Inggris. Dari bangunan set, tahapan-tahapan storytelling dan bangunan karakternya, still, all in the vein of Hammer Horror, mostly bagi penyuka pakemnya, ‘Angel of Death’ boleh dibilang cukup berhasil menggelar gaya khas-nya, termasuk ke klimaks black muddy water-nya yang meski diwarnai oleh sinematografi George Steel yang tak terlalu baik, namun tetap bisa tampil sangat menyeramkan. Scoring hasil komposisi keroyokan dari Marco Beltrami, Brandon Roberts dan Marcus Trumpp juga menghadirkan feel yang sama.

            Cast-nya pun cukup baik. Walau kehilangan aktor Inggris sekelas Radcliffe, Ciaran Hinds atau Janet McTeer, dengan tampilan fisik yang dimilikinya, Phoebe Fox, aktris teater yang masih kebanyakan bermain di film-film TV Inggris, mampu membawa keseluruhan filmnya secara cukup menarik untuk diikuti. Aktor cilik Oaklee Pendergrass juga pas memerankan Edward, dan satu-satunya yang bisa lebih dijual secara internasional, Jeremy Irvine, sama sekali tak mengecewakan.

            Tapi diatas semua itu, sebagai sekuel, film ini masih punya relevansi yang baik dengan setup hingga konklusi yang ada di film pertamanya. Bukan sepenuhnya menjadi aji mumpung seperti kebanyakan kasus, ada benang merah yang tetap dipertahankan lewat motivasi karakter-karakter utama dalam skrip yang ditulis oleh Jon Croker. Dalam konteks sekuel horor, tak bisa dipungkiri bahwa ini merupakan hal yang cukup penting, apalagi ada atmospheric approach yang bisa tetap mereka hadirkan. In the vein of Hammer Horror, meski tak sebaik pendahulunya, ini jelas tak seburuk yang dikatakan banyak orang. (dan)

~ by danieldokter on January 23, 2015.

One Response to “THE WOMAN IN BLACK 2: ANGEL OF DEATH ; A SEQUEL IN THE VEIN OF HAMMER HORROR”

  1. Well said. IMO porsi scene horor film ini banyak, tapi gak se-memorable film pertama. Sequel ini bagusnya melengkapi cerita pertama,jadi kita bisa dapet sudut pandang lain tragedi Eel Marsh. Walau gak sebagus yang pertama, sequel ini bagi gue tetep film horor yang ok.

    Maaf jadi fangirling.

Leave a comment