PEREMPUAN-PEREMPUAN LIAR : IDIOTICALLY IDIOTS

PEREMPUAN-PEREMPUAN LIAR

Sutradara : Rako Prijanto

Produksi : Multivision, 2010

One of the most famous Indonesian director once told me, jangan selalu mau menyamakan sebuah film dengan sebuah film lain yang mungkin saja jadi inspirasinya. Somehow I agreed to this, but note. Bukan untuk rata-rata film Indonesia. Ini kira-kira sama dengan patokan sebuah plagiasi dalam konsensus internasional copyright sebuah lagu yang memiliki 8 bar kesamaan, biar sekarang sudah berkembang dengan voting-voting yang menilai kesamaan harmonisasi atau apalah, sejauh hanya beat, chord dan tak menyentuh melodi sama persis, sah-sah saja. Film, however, tak punya patokan itu. So anggap saja chord dan beat itu sebagai premis yang bila dieksekusi dengan turnover plot dan pengadeganan berbeda, juga sah saja. Lihat saja film-film Korea. ‘Taegukgi’, yang punya premis mirip dengan ‘Saving Private Ryan’, tak seorangpun yang mencapnya sebagai plagiat. ‘Hello Ghost’ barusan? Bahkan inspirasi aslinya yang datang dari Hollywood, ‘Heart And Souls‘ pun kembali dibeli copyrightnya oleh Hollywood. Mau lagi? Sebuah film India paling klasik, ‘Sholay’, juga perlu puluhan tahun untuk disadari banyak orang sebagai karya yang sangat terinspirasi dari ‘Once Upon A Time In A West’-nya Sergio Leone. Kenyataannya, dalam film-film kita, yang 9 dari 10 karya plagiat-nya terang-terang mencaplok lebih dari sekedar premis, mau dilarikan ke eksekusi manapun tetap terlihat mencontek. Apa yang salah? Entahlah, tapi itu kenyataan.

Now enters Rako Prijanto. Seorang sutradara film kita yang dulu dikenal sebagai penulis puisi dalam ‘Ada Apa Dengan Cinta?’. Entah kebetulan dari penulis-penulis cerita dan skenario kita yang juga suka caplok sana caplok sini atau memang inovasinya sendiri, beberapa filmografi Rako salahnya memang mencatat sebagian produk plagiat kita yang paling jelas. Di luar ‘Ungu Violet’, ‘D’Bijis’ dan ‘Penganten Sunat’ yang jelas-jelas plagiat, masing-masing dari videoklip Korea-nya ‘Kiss – Because I’m A Girl’, ‘Still Crazy’ (UK) dan ‘Garojigi’ (Korea lagi), sejumlah film-film Rako memang kental sekali comot sana sini dari beberapa film Asia ataupun luar Asia. Atau mungkin produser sudah tahu kalau mau tipe-tipe film yang kental mencomot adegan-adegan film luar itu untuk diserahkan ke Rako, entahlah. ‘Perempuan-Perempuan Liar’ yang hadir minggu ini pun begitu. Lahir dari skenario besutan Raditya Mangunsong, walau premisnya hanya sebatas mirip dengan film-film seperti ‘A Life Less Ordinary’ atau ‘Excess Baggage’, tentang dua penculik gadis kaya yang slenge’an, keseluruhan adegannya memang penuh deja vu ke film-film luar termasuk ‘The Hangover’, bahkan posternya saja jelas menjiplak ‘Hello Stranger’. Dan tak hanya itu, seperti film-film Rako yang lain, ‘Perempuan-Perempuan Liar’ ini pun dipenuhi karakter dan konflik yang serba tak wajar secara over the top. Almost idiotic. Tak ketulungan gobloknya. Plus budaya film kita yang suka berbikini ria tak relevan dan tanpa juntrungan, lengkap sudah. Kalaupun film ini termasuk produksi Multivision yang memang suka memendam film lama-lama untuk dirilis, kalau memang alasan mereka dari sisi kualitas yang patut dipertanyakan, ya pantas-pantas saja.

Masih belum percaya kalau karakter-karakter dan plotnya sama idiot dan gilanya? Here it is. Dua debt collector, Dom (Tora Sudiro) dan Mino (Dallas Pratama) (oke, sudah bisa dipastikan kalau latar belakang dua saudara yang diberi nama itu adalah dari orangtua yang juga gila) secara tak sengaja, oops, bukan tak sengaja, tapi dalam sebuah pesta gila dan perbuatan idiot yang melekatkan penisnya dengan lem ke tangan seorang PSK, melarikan dua kakak beradik, Mey (Maeeva Amin) dan Cindy (Rina Diana), yang juga gila. Sementara Mey memang berniat menghindari pernikahannya dengan Gary (Gary Iskak), yang juga gila, atas paksaan ayahnya, pengusaha besar yang kelihatan normal tapi idiot, Cindy yang awalnya tak terlihat gila pun kemudian jadi sama gilanya. Petualangan gila mereka jalani (ini bukan kalimat saya tapi dari press releasenya) hingga Mey dan Cindy berbalik mengajak Dom dan Mino memeras ayah mereka. Gary pun ikut mengambil kesempatan untuk memanfaatkan uang tebusan yang dijanjikan. Lantas, tiba-tiba mereka masuk ke gila-gila yang lain. Semua jadi normal, karena cinta. Ancaman Gary ke ayah Dom dan Mino kemudian membawa mereka ke kampungnya di tepi pantai. Oh, ternyata ayah Dom dan Mino ini juga gila. Dom sudah dijodohkan dengan seorang cewek gembrot, yang juga gila campur idiot. Lalu ke-idiot-an dan kegilaan lain pun silih berganti menyusul. Bukan cuma ke karakter utama plus seorang perancang banci pemilik salon bernama Sergio yang maunya menggantikan peran Ken Jeong di Hangover, ya sama gilanya juga, namun sampai ke figuran yang hanya numpang lewat. Either they’re all crazy, or just idiots. Kalau kata-kata gila itu kelewat banyak di sinopsis diatas, don’t mind me. Saya bukan mau meraih rekor MURI seperti Damien Dematra.

And we all might never know, bagaimana ide segila itu bisa dituangkan dalam eksekusi-eksekusi yang tak kalah idiotnya sejak awal film bergulir. Tak terkecuali dialog, turnover karakter hingga konflik-konfliknya, itu pun kalau Anda sudi menyebutnya konflik karena asalnya dari reaksi karakter-karakter idiot yang ada disini, semuanya hadir dengan ketololan luar bisa jauh di luar batas wajar makhluk hidup normal. Raditya dan Rako seakan berganti-ganti memamerkan ketololan pemeran-pemeran yang dipaksa berakting dan membanyol di tengah bangunan karakter dan skenarionya yang serba tolol itu. Kalau perlu dengan bertelanjang ria, bukan cuma aktris tapi juga aktornya. Dan bukan semuanya cuma mau membanyol, sebagian dari mereka termasuk pemeran ayah Dom dan Mino (forgive me, old man, I haven’t noticed your name yet), malah sempat-sempatnya tampil dengan akting ala teater penuh teriakan dan gerakan otot muka maksimal untuk kelihatan dramatis. Puncaknya ada di ending yang semakin mencoba menyempalkan dramatisasinya di tengah ketololan tingkat tinggi yang sudah dibangun dari awal. Saya bisa membayangkan, Rako dan sebagian krunya mungkin berhahaha-hihihihi di lokasi syuting membayangkan penonton bisa ikut tertawa bersama mereka, terutama yang sama idiotnya. Tapi kasihan, bahkan nama-nama seperti Tora Sudiro yang memang belakangan kian terjebak ke film-film kacrut, sampai kecantikan luarbiasa Maeeva Amin yang berdarah impor Malaysia ini pun ternyata tak bisa membuat penonton penggemar film-film KKD untuk datang menontonnya ke bioskop. Beberapa jam pemutarannya di sebagian bioskop kerap tak diisi satupun penonton. Yes, this is totally idiotic, dan sebagai potensi utama yang masih bisa menahan penonton menyaksikannya terus, Maeeva, you are marvelously beautiful. But next time, tolong jangan lagi biarkan kamera mengclose-up bokong dengan tumpukan selulit dan lemak menjerat itu. (dan)

~ by danieldokter on October 15, 2011.

4 Responses to “PEREMPUAN-PEREMPUAN LIAR : IDIOTICALLY IDIOTS”

  1. Huahahaha… Ternyata yang memperhatikan tumpukan selulit dan lemak di bokong Maeeva bukan saya saja ternyata! Pas ngeliat pertama — dan di close-up pula — langsung mikir… “What the fcuk! Tuh cewek gak nyadar kali yah?”

  2. wakakakaakk… kasian ya, cantik-cantik begitu… kali si rako ‘turn on’ ngeliat selulit 😛

  3. […] Perempuan-Perempuan Liar […]

  4. […] PEREMPUAN-PEREMPUAN LIAR  […]

Leave a comment