THE LAST TYCOON (大上海) : A SLICK AND STYLISHLY POLISHED GANGSTER EPIC

THE LAST TYCOON (大上海)

Sutradara : Wong Jing

Produksi : Mega Vision Pictures, Bona Film Group, Beijing Enlight Pictures & Distribution Workshops, 2012

LT22

            Salah satu quote paling terkenal dari sutradara-penulis-produser Wong Jing, yang paling sering sewot menyerang balik kritikus yang mengejek film-filmnya sebagai sampah, adalah ‘Vulgarity is basic instinct of human being’. Ia memang makhluk ajaib di sinema Hongkong, dan tak pernah berhenti menyerah dalam memproduksi dan menyutradarai film-filmnya. Dari filmografi yang sudah mencapai jumlah ratusan itu, dari film semiporn berkualitas paling kacrut hingga yang box office gede-gedean, hanya ada satu predikat baginya. Bagi seorang filmmaker, dibalik kecenderungan eksploitatifnya, terhadap genre apapun, he’s a true moneymaker. Name at least 10 the most well known HK mainstream films yang paling dikenal dunia, sebagian besarnya merupakan proyeknya. Dari ‘Sex And Zen’ (II & III, produser), ‘God Of Gamblersfranchise (director), ‘High Risk’ dan ‘The Kungfu Cult Master’-nya Jet Li (director), ‘Casino Raiders‘ (co-director), ‘The Dragon Family’ (writer), and a bunch of Stephen Chow’s comedy. Bahkan di saat perfilman mereka terpuruk di pertengahan 90an pun, Wong Jing tetap tak berhenti. So yes, bagus atau tidak, mementingkan tetek-bengek teknis atau tidak, karya-karyanya memang bisa memanjakan penonton kebanyakan atas apa yang ingin mereka lihat di sinema-nya.

LT23

            Setelah film terakhirnya yang kacau-balau, ‘Naked Soldier’, yang juga merupakan unofficial sequel dari ‘Naked Killer’ dan ‘Naked Weapon’, secara tak disangka, Wong Jing kini menampilkan sesuatu yang beda. Oh, style komersilnya tetap sangat jelas kelihatan, tapi dari sisi production values-nya, ‘The Last Tycoon’ ini sangat tidak Wong Jing. Sedikit banyak, campur tangan Andrew Lau (‘Infernal Affairstrilogy) yang meski dulu sering menjadi sinematografer di film-filmnya namun sekarang sudah jadi sineas Hongkong yang sangat remarkable sebagai jaminan film-film mereka yang berkualitas lebih, memang membuat skala produksi itu jadi sangat berbeda dengan film-film Wong Jing biasanya. However, apapun itu, ada yang jadi sisi lebih penting untuk membuat ‘The Last Tycoon’ ini merupakan film yang sangat layak buat ditunggu. It brought back their cinema’s trend of classic crime genre. Old fashioned gangster/triad epic, yang dulunya membawa dunia mengenal one of their hottest actor, Chow Yun Fat, lewat ‘The Bund / Shang hai Tan’ hingga ke serangkaian modern crime action-nya yang tetap hidup sampai sekarang. Dan tak hanya membawa lagi genre-nya, ‘The Last Tycoon’ juga kembali membawa Chow Yun Fat ke part yang sudah lama dirindukan fans-nya, lengkap dengan homage-homage tak langsung ke John Woo’s touch, yang tak pernah bisa terlepas dari genre ini. Berlatar historikal Shanghai 1930an menuju masa kolonialisme Jepang, ‘The Last Tycoonis loosely inspired on the true story of Du Yuesheng, pentolan triad Shanghai di era itu.

LT7

            Cheng Daqi (Huang Xiaoming), seorang pemuda pekerja yang hidup tenang dan menjalin hubungan dengan penyanyi opera Ye Zhiqiu (Joyce Feng) tak pernah menyangka nasibnya akan berubah dengan drastis. Menjadi korban fitnah di tempatnya bekerja, ia lantas diselamatkan oleh kapten polisi Mao Zai (Francis Ng) yang memanfaatkan tenaganya. Terjun ke tengah kehidupan kriminal di Shanghai yang memisahkannya dengan Zhiqiu dan beralih pada Bao (Kimmy Tong), penyanyi opera jalanan yang mencintainya, Daqi kemudian menarik perhatian seorang petinggi polisi sekaligus gembong mafia Hong Shouting (Sammo Hung) yang menjadikannya tangan kanan dibalik dukungan sang istri, Ling Husheng (Yuan Li) yang terus mendorong Daqi meniti karirnya di dunia underworld para triad ini. Beberapa tahun berselang, Daqi (Chow Yun Fat) pun menjadi mafia kelas atas di Shanghai, menikahi Bao (Monica Mok) dan menjadi saudara angkat Shouting. Namun kekuasaan dan patriotisme Daqi kembali diuji dengan invasi Jepang bersama Mao Zai, kini seorang Jendral yang sama-sama ingin memanfaatkan posisinya. Sementara Zhiqiu (Yuan Quan) yang kembali ke Shanghai bersama suami misteriusnya ikut masuk ke tengah-tengah konflik ini. Daqi pun harus mengambil keputusan paling tepat diantara serangan para seterunya, hatinya yang masih tertambat pada Zhiqiu sekaligus kesetiaannya pada Bao, negara dan saudara-saudaranya.

LT16

            Dibalik kesempurnaan production values ; artistik, set, kostum, efek serta sinematografi luarbiasa cantik dari Andrew Lau dan Jason Kwan yang menyajikan atmosfer Shanghai diatas rentang latar kisahnya dengan detil terjaga, ‘The Last Tycoon’ tak lantas jadi sebuah sajian arthouse ala Wong Kar Wai. Back and forth storytelling lewat pengenalan karakter-karakternya memang bekerja dengan efektif, namun secara keseluruhan, ‘The Last Tycoon’ tetap terasa sekali punya sisi pop ala Wong Jing yang juga menulis langsung skripnya bersama Manfred Wong dan Phillip Lui, termasuk di adegan-adegan action yang digarap dengan keseriusan tinggi. Campy at times, but thoroughly gripping. Dari street gang rumble, air bombing chaos, infiltration attack ke blazing shootout scenes, yang di part-part klimaksnya kembali menampilkan keanggunan seorang Chow Yun Fat beraksi dengan senjata di tangannya, semua jadi highlight yang sangat kuat bagi filmnya. Music scoring dari Chan Kwong-wing, salah satu award winning composer paling remarkable di sinema mereka, meski kerap terasa sangat mendominasi, tak bisa dipungkiri sangat berhasil memperkuat emosi dari adegan-adegannya. Masih ada juga theme song cantik ‘Ding Feng Bo’ dari Jacky Cheung yang mengantarkan ending scene yang cukup menyayat.

LT13

            Dan tentunya sulit untuk tak menyebutkan betapa ensemble cast-nya sangat berhasil menghadirkan ‘The Last Tycoon’ sebagai sebuah tontonan yang sangat stylish dalam menghidupkan kembali genrenya. Huang Xiaoming, idola baru sinema HK yang dari beberapa angle dan elemen wajah punya kemiripan dengan Chow Yun Fat sangat terlihat berusaha keras meniru ekspresi-ekspresinya. Tak sempurna, tapi sudah lebih dari sekedar lumayan, apalagi presence-nya sebagai leading man jelas tergolong sangat kuat. Sebagai enemy turns sidekick-nya, Qi Ji yang diberi eksplorasi karakter lebih sebagai Lu Xiaojia juga cukup mencuri perhatian terutama di sejumlah adegan aksinya bersama empat pemeran bongkar-pasang karakter love interest-nya, yang masih belum terlalu dikenal kecuali mungkin Monica Mok yang sudah pernah meraih Best New Performer di Hong Kong Film Awards lewat Oceans Flame. And so does Sammo Hung, Francis Ng, Yasuaki Kurata yang muncul secara proporsional menunjukkan kualitas senior mereka sebagai aktor. Namun ‘The Last Tycoonreally belongs to Chow Yun Fat. Seperti Jackie Chan yang kembali ke akarnya di ‘Chinese Zodiac’, this is what everybody wanted from Chow. A sleek looks menampilkan kharisma tipikalnya sebagai triad boss, a wise charismatic antihero yang bukan sekedar supporting roles seperti di film-film Hollywood yang kurang menghargai sosoknya. A tycoon in the terms of kings, it is, along with his best part in years. In years.

LT19

            So inilah bukti kalau seorang business-minded filmmaker seperti Wong Jing, kalau didukung oleh orang-orang yang tepat, juga bisa membuat sesuatu yang luarbiasa serius tanpa juga harus terlalu berkompromi dengan idealisme dagangannya. Being one of the best in his directing carreer, this isThe Last Tycoon’, a slick and stylishly polished old fashioned gangster epic yang sudah terlalu lama ditunggu untuk hadir kembali di ranah sinema HK, and also the one you don’t want to miss! (dan)

LT8

~ by danieldokter on January 27, 2013.

One Response to “THE LAST TYCOON (大上海) : A SLICK AND STYLISHLY POLISHED GANGSTER EPIC”

  1. Filmnya mank ok bgt….
    Numpang nanya utk adegan Daji menemukan Zhiqiu di depan hotel yang hancur saat pengeboman Jepang itu lagunya judulnya apa ya…lagunya bener” pas bgt itu…jd penasaran utk dengerin lagi

Leave a comment